Mega Aksi Buruh 30 September 2025: Tiga Tuntutan Utama untuk Perubahan Nasib Pekerja

Table of Contents
Pertemuan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dengan IndustriALL Global Union

Kabar mengenai rencana aksi unjuk rasa buruh serentak pada 30 September 2025 sudah santer terdengar. Ribuan, bahkan puluhan ribu, buruh dari berbagai federasi dan konfederasi di seluruh Indonesia, terutama yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, siap turun ke jalan. Kali ini, aksi yang akan dipusatkan di Jakarta, tepatnya di depan Gedung DPR RI dan Istana Negara, membawa tiga isu yang dianggap sangat menentukan nasib pekerja di masa depan.

Aksi ini bukan sekadar unjuk kekuatan biasa. Ini adalah kelanjutan dari perjuangan panjang, sebuah upaya untuk memastikan suara dan kesejahteraan buruh benar-benar didengar dan diwujudkan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Jika kamu seorang pekerja, atau sekadar peduli dengan isu keadilan sosial dan ekonomi, detail tuntutan ini wajib kamu ketahui.


Kenapa Buruh Memilih Tanggal 30 September 2025?

Tanggal 30 September seringkali memiliki resonansi historis di Indonesia, namun untuk konteks aksi buruh kali ini, pemilihan tanggal tersebut sangat strategis, terutama setelah adanya aksi terusan sebelumnya. Presiden KSPI, Said Iqbal, menyebut aksi ini sebagai tindak lanjut karena audiensi sebelumnya di DPR belum membuahkan hasil detail yang memuaskan. Ini menunjukkan bahwa perjuangan buruh bersifat maraton, bukan sekadar sprint. Mereka ingin memastikan bahwa proses legislasi dan penetapan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan upah dan ketenagakerjaan, tidak luput dari pengawasan dan desakan mereka.

  • Momentum Penetapan Upah: Tanggal-tanggal di akhir September dan awal Oktober seringkali menjadi periode krusial menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) untuk tahun berikutnya (dalam hal ini, 2026). Aksi ini adalah upaya "tekanan terakhir" agar usulan kenaikan upah yang mereka ajukan dipertimbangkan secara serius.
  • Mendesak Pembahasan RUU Ketenagakerjaan: DPR sedang membahas revisi undang-undang terkait, dan buruh ingin memastikan RUU Ketenagakerjaan yang dihasilkan benar-benar pro-pekerja, bukan malah melanggengkan praktik-praktik yang merugikan.
  • Reaksi Terhadap Isu Nasional: Meskipun fokus utamanya adalah isu buruh, aksi serentak seringkali juga menjadi wadah untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap isu-isu ekonomi dan politik nasional lainnya yang secara tidak langsung berdampak pada kelas pekerja.

Tiga Tuntutan Krusial Buruh Indonesia

Ada tiga poin utama yang menjadi "pukulan" serentak buruh di seluruh Indonesia. Tiga isu ini saling terkait, membentuk lingkaran kesejahteraan yang mereka yakini bisa memperbaiki nasib jutaan pekerja.

1. Tuntut Kenaikan Upah Minimum 2026 Sebesar 8,5% - 10,5%

Ini adalah tuntutan paling fundamental dan selalu menjadi sorotan utama. Buruh menuntut agar penetapan Upah Minimum (UMP/UMK) tahun 2026 dinaikkan secara signifikan, dengan kisaran antara 8,5% hingga 10,5%. Angka ini didasarkan pada perhitungan yang mereka yakini adil dan mampu mengimbangi lonjakan harga kebutuhan pokok, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

Alasan Mengapa Angka Ini Penting:

  • Mengejar Ketertinggalan Daya Beli: Kenaikan upah di tahun-tahun sebelumnya seringkali dirasa tidak mampu mengejar laju inflasi, terutama harga pangan dan pendidikan. Kenaikan 8,5%-10,5% dianggap sebagai "koreksi" untuk mengembalikan daya beli buruh ke tingkat yang layak.
  • Dasar Hukum dan MK: Tuntutan ini diklaim mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2023 terkait uji materi Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka bersikeras bahwa formula penetapan upah harus diubah dari formula yang ada saat ini, yang dianggap lebih memihak pengusaha.
  • Perbandingan Upah Layak: Buruh melihat bahwa perbandingan Upah Minimum saat ini dengan rata-rata kebutuhan hidup layak (KHL) masih timpang di banyak daerah. Mereka ingin upah tidak hanya sekadar "cukup", tetapi "layak" untuk menghidupi keluarga dan kebutuhan sekunder lainnya.

Pesan Kunci: Bagi buruh, kenaikan upah adalah pertaruhan martabat. Mereka ingin pemerintah menggunakan parameter yang benar-benar mencerminkan kondisi riil ekonomi pekerja, bukan sekadar angka-angka makro yang belum tentu terasa di dapur mereka.


2. Hapus Praktik Outsourcing dan Tolak Upah Murah (Tolak RUU Ketenagakerjaan yang Tidak Pro-Buruh)

Isu ini berkaitan erat dengan keamanan kerja dan kualitas hidup jangka panjang seorang buruh. Praktik outsourcing (alih daya) yang masif dan tidak terkontrol dianggap sebagai "momok" yang membuat buruh terus berada dalam posisi rentan.

Detail Tuntutan Penghapusan Outsourcing:

  • Mengancam Kepastian Kerja: Sistem outsourcing membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja karena status mereka terikat pada kontrak perusahaan penyedia jasa, bukan perusahaan pengguna langsung. Hal ini menghilangkan hak-hak seperti pesangon, kenaikan gaji berkala, dan jenjang karier yang jelas.
  • Pembatasan Jenis Pekerjaan: Buruh menuntut agar outsourcing hanya dibatasi pada pekerjaan-pekerjaan yang memang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi utama, seperti katering, keamanan, atau kebersihan (yang biasa disebut non-core business). Pekerjaan inti (core business) harus menggunakan karyawan tetap.
  • Perlindungan Hak Kontrak: Mereka juga menuntut perlindungan yang lebih ketat untuk buruh kontrak, memastikan bahwa kontrak kerja tidak menjadi "jebakan" yang merugikan buruh.

Tuntutan RUU Ketenagakerjaan: Sebagai solusi jangka panjang, buruh mendesak pengesahan RUU Ketenagakerjaan yang baru dan pro-buruh. Mereka menolak keras jika revisi undang-undang justru memperkuat praktik outsourcing dan skema upah murah. Buruh ingin undang-undang yang menjamin:

  • Keseimbangan hak dan kewajiban antara buruh dan pengusaha.
  • Sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar hak-hak dasar buruh.
  • Mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan cepat.

Pesan Kunci: Keamanan kerja adalah hak, bukan kemewahan. Buruh ingin sistem yang membuat mereka bisa merencanakan masa depan tanpa dihantui ketidakpastian status kerja.


3. Reformasi Pajak: Naikkan PTKP Jadi Rp 7,5 Juta per Bulan

Isu ketiga ini mungkin terdengar teknis, namun dampaknya langsung terasa di kantong buruh. Buruh menuntut adanya Reformasi Pajak, yang salah satunya adalah menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 7,5 juta per bulan.

Mengapa PTKP Harus Naik?

  • Meringankan Beban Gaji Menengah Bawah: Saat ini, banyak buruh dengan gaji yang sebenarnya masih pas-pasan (di atas UMP/UMK) sudah harus dipotong pajak penghasilan (PPh 21). Kenaikan PTKP berarti lebih banyak buruh yang gajinya tidak terpotong pajak, atau setidaknya, potongan pajaknya menjadi lebih kecil.
  • Suntikan "Gaji Bersih" Langsung: Peningkatan PTKP adalah salah satu cara "kenaikan upah bersih" tanpa perlu menaikkan biaya yang ditanggung pengusaha. Dana yang seharusnya terpotong pajak bisa langsung dinikmati buruh untuk kebutuhan sehari-hari.
  • Tuntutan Lain dalam Reformasi Pajak: Selain PTKP, buruh juga menuntut:
    • Penghapusan pajak untuk Tunjangan Hari Raya (THR).
    • Penghapusan pajak atas uang pesangon.

Pesan Kunci: Negara harusnya hadir melalui kebijakan pajak yang berkeadilan sosial. Buruh yang berpenghasilan pas-pasan seharusnya tidak terbebani pajak seperti halnya buruh dengan gaji tinggi.


Tempat dan Skema Aksi Demo 30 September 2025

Aksi ini dirancang sebagai Aksi Nasional Serentak. Meskipun fokus utama akan ada di Jakarta, aksi serupa juga akan digelar di berbagai provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Pusat Aksi di Jakarta

  • Gedung DPR RI, Senayan: Dianggap sebagai lokasi strategis karena DPR adalah tempat diputuskan dan dibahasnya RUU Ketenagakerjaan dan RUU lainnya. Buruh ingin "mengawal" pembahasan legislasi secara langsung.
  • Istana Negara: Lokasi ini menjadi simbol desakan kepada Pemerintah (Eksekutif) untuk mengeluarkan kebijakan yang pro-buruh, termasuk dalam penetapan Upah Minimum dan regulasi perpajakan.

Aksi Serentak di Daerah

Di luar Jakarta, aksi akan dipusatkan di kantor-kantor pemerintahan daerah, seperti kantor Gubernur atau DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, untuk menyuarakan tuntutan Upah Minimum 2026 di daerah masing-masing.

Perkiraan Jumlah Massa: Diperkirakan puluhan ribu buruh akan turun di Jakarta, dengan jumlah yang masif juga akan tersebar di sentra-sentra industri seperti Karawang, Bekasi, Tangerang, Surabaya, Bandung, Semarang, dan lainnya.


Analisis Dampak dan Respons Publik

Setiap aksi buruh besar selalu menimbulkan pro dan kontra. Kamu mungkin bertanya-tanya, apa dampaknya bagi masyarakat umum?

Dampak Positif (Sisi Buruh)

  • Kenaikan Daya Beli: Jika tuntutan upah terpenuhi, ini akan menyuntikkan daya beli baru ke perekonomian nasional.
  • Stabilitas Kerja: Penghapusan outsourcing di core business akan memberikan kepastian kerja dan meningkatkan kesejahteraan psikologis buruh.
  • Keadilan Pajak: Kenaikan PTKP akan membuat gaji bersih buruh yang berpenghasilan rendah dan menengah menjadi lebih besar.

Potensi Tantangan (Sisi Publik dan Pemerintah)

  • Kemacetan dan Gangguan Aktivitas: Aksi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya pasti akan menyebabkan kemacetan parah di pusat kota. Kamu yang harus melintas di sekitar DPR atau Istana pada tanggal 30 September perlu mencari jalur alternatif.
  • Kekhawatiran Pengusaha: Tuntutan kenaikan upah yang tinggi selalu dikhawatirkan oleh pengusaha (terutama UMKM) karena dapat meningkatkan biaya produksi, yang pada akhirnya bisa berdampak pada PHK atau relokasi industri.
  • Keputusan Politik: Tiga tuntutan utama ini memerlukan keputusan politik yang besar dari DPR dan Pemerintah. Proses negosiasi dipastikan akan alot.

Intinya, aksi ini adalah manifestasi dari "suara rakyat" yang datang dari kelas pekerja. Kita sebagai masyarakat perlu memandang aksi ini sebagai bagian dari proses demokrasi, sambil berharap semua pihak bisa mencapai titik temu yang adil dan berimbang.


Penutup

Aksi besar buruh pada 30 September 2025 ini adalah "kartu peringatan" bagi para pengambil kebijakan. Ini menunjukkan bahwa isu kesejahteraan buruh adalah isu yang sangat sensitif dan menjadi penentu stabilitas sosial-ekonomi bangsa. Tiga tuntutan utama—kenaikan upah, hapus outsourcing, dan reformasi pajak—adalah cerminan dari keinginan buruh untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dan adil.

Sebagai masyarakat yang baik, kita berharap aksi ini berjalan damai, dan negosiasi yang terjadi antara buruh, pengusaha, dan pemerintah dapat menghasilkan kebijakan yang adil dan berimbang.

Menurut kamu, dari ketiga tuntutan buruh ini, manakah yang paling mendesak untuk segera diwujudkan oleh pemerintah?

Posting Komentar